Berpihak Pada Murid

Memfasilitasi permainan sebagai kebutuhan dasar anak untuk belajar dengan gembira.

Program Organisasi Penggerak (POP)

Organisasi Professi Guru Sebagai Komunitas Praktisi Wadah Kolaborasi dan Pengembangan Kompetensi Guru

Kolaborasi

Kolaborasi dengan rekan sejawat untuk membentuk ekosistem pendidikan yang baik

Curah Pendapat

Diskusi dengan seluruh warga sekolah untuk sebuah prakarsa perubahan positif

Sunday, August 20, 2023

Menelisik Kepemimpinan Murid dalam Pawai Karnaval HUT RI ke-78

KOTABARU-- Pembelajaran tidak hanya tentang belajar di dalam ruang kelas dengan buku-buku pelajaran yang menumpuk. Pembelajaran bisa saja terjadi di luar ruang kelas dan pada kegiatan apa saja yang telah direncanakan prosesnya. Kegiatan karnaval dalam rangka memperingati Kemerdekaan Republik Indonesia ke -78 dengan tema "Kebhinekaan Perjuangan dan Budaya" kali ini menjadi momentum bagi SMAN 1 KOTABARU untuk memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi para murid dalam belajar berinovasi dan menunjukkan kreatifitasnya. 

Dewan Guru Bersama Karya Kreativitas Murid SMAN 1 KOTABARU

SMAN 1 KOTABARU dengan motto sekolah "BERPRESTASI" menjadikan kegiatan karnaval pada perayaaan hari kemerdekaan di tahun 2023 ini sebagai wahana untuk membentuk Kepemimpinan Murid (Student Agency). Proses ini dilakukan dengan berusaha menampung suara (voice), pilihan (choice) dan kepemilikan (ownership) dari seluruh warga sekolah, khususnya murid. Program penumbuhan Kepemimpinan Murid adalah sebuah pembelajaran otentik yang akan membekali murid dengan ketrampilan hidup (life skill) yang sangat diperlukan dalam dunia nyata.

Gagasan murid yang tertuang dalam kreativitas dan inovasi tersebut bisa dilihat jelas dari tampilan warga sekolah yang berhasil memukau penonton. Karya  kreativitas dan inovasi beberapa murid yang mewarnai barisan peserta dari SMAN 1 KOTABARU berhasil  membuat gemuruh decak kagum penonton di sepanjang jalan lintasan karnaval. Sebut saja Gerald Butar Butar, murid kelas XII IPA 1 ini berhasil menghipnotis penonton dengan mahakaryanya. 

The Mistical of King Hutan Meranti

Kostum dengan judul "The Mistical of King Hutan Meranti" adalah salah satu dari beberapa hasil buah pikir dan kepeduliannya terhadap lingkungan dan sampah. Dengan talentanya, Gerald berhasil menyulap barang bekas menjadi sebuah karya seni yang menakjubkan. Lewat karyanya tersebut, dia berusaha menyuarakan kepeduliannya terhadap lingkungan (khususnya hutan dan satwa) dan juga mengkampanyekan pengurangan penggunaan plastik. Selain itu, karyanya yang berjudul "The Majesty of Queen Enggang" juga berhasil menyita perhatian publik. Dalam kostum ini, Gerald menunjukkan kepeduliannya terhadap burung endemik Kalimantan yang terancam punah.

The Majesty of Queen Enggang (Karya: Gerald Butar Butar)

Di barisan terdepan SMAN 1 KOTABARU dipandu pasukan Drum Band "GITA CICIYA ADHI KARYA". Iringan lagu mars perjuangan membahana di sepanjang jalan rute karnaval. Lagu mars sekolah tak kalah menjadi pusat perhatian penonton. Para penonton yang notabene adalah alumni turut serta menyenandungkan lagu kebanggaan warga sekolah.

Pasukan Drum Band "Gita Ciciya Adhi Karya" dan Color Guard

Karnaval peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke-78 ini menjadi momentum kebersamaan warga sekolah dalam memberikan kontribusi terhadap lingkungan masyarakat. SMAN 1 KOTABARU benar-benar menjadi Trend Setter dengan banyaknya kontribusi warga sekolah dan apresiasi masyarakat dalam menyuguhkan kreatifitas dan inovasi, khususnya dalam dunia pendidikan di Kotabaru.

Thursday, May 11, 2023

Demonstrasi Kontekstual Modul 3.2

ANALISIS VIDEO PRAKTIK BAIK

       
Sumber : Youtube Guru Penggerak

             Dalam video pembelajaran yang dianalisis tersebut menceritakan seorang guru yang menghadapi tantangan dimana kondisi kelasnya kurang menarik dan nyaman sehingga murid-murid terlihat kurang bersemangat. Kemudian, guru tersebut membuat sebuah prakarsa perubahan yang mengoptimalkan aset yang dimiliki.

Dari tayangan video tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa sekolah memiliki visi untuk menciptakan lingkungan belajar yang nyaman. Oleh karena itu, guru dalam tayangan video tersebut mengejawantahkan sebuah prakarsa perubahan untuk mencapai visi tersebut. Prakarsa perubahan yang ingin dilakukan adalah mewujudkan kelas yang nyaman dan menyenangkan untuk belajar. Dalam rangka mewujudkan prakarsa perubahan tersebut, muncul sebuah pertanyaan utama yaitu bagaimana cara mewujudkan kelas yang nyaman dan menyenangkan untuk belajar.

Guna menjawab pertanyaan utama dalam mewujudkan prakarsa perubahan tersebut, Ibu Guru menggunakan alur BAGJA dalam pelaksanaannya. Tahapannya sebagai berikut:

1.       B-uat Pertanyaan (Define)

Dalam tahap ini, guru mengajukan sebuah pertanyaan utama untuk menyelidiki aset/potensi yang nanti akan menginisiasi prakarsa perubahan.

2.       A-mbil Pelajaran (Discover)

Dalam tahap ini, guru meminta murid mengambil pelajaran dari kelas lain dengan cara observasi. Murid mengidentifikasi hal-hal positif yang mereka temukan di ruang kelas lain. Murid mengidentifikasi lantai yang bersih, dinding kelas yang penuh hiasan, ada rak buku di kelas, dan posisi kursi yang dirubah-rubah agar tidak membosankan.

3.       G-ali Mimpi (Dream)

Kemudian guru meminta murid bersama-sama memunculkan gagasan dari hasil mengidentifikasi hal-hal baik yang mereka dapatkan dari pengamatan di kelas lain. Mereka pun menggambarkan ruang kelas impian mereka yang nyaman dan menyenangkan dalam bentuk gambar.

4.       J-abarkan Rencana (Desain)

Guru menampung ide murid dengan mendaftar rencana yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan kelas yang nyaman dan menyenangkan seperti mengepel lantai, menghiasi dinding kelas dengan hasil kerajinan tangan murid, mengatur posisi meja kursi berubah-ubah agar tidak monoton.

5.       A-tur Eksekusi (Deliver)

Guru membagi pelaksanaan kegiatan murid secara berkelompok sesuai tugasnya masing-masing. Semua murid dilibatkan untuk ambil bagian dalam pelaksanaan rencana. Ada kelompok yang menyapu lantai, ada kelompok yang memindahkan posisi meja kursi, ada kelompok yang memajang hiasan dinding, dan ada kelompok yang mengatur rak buku.

          Dari kegiatan yang terlihat dalam video tersebut, guru sebagai pemimpin pembelajaran bertugas sebagai fasilitator yang memfasilitasi murid dalam melakukan kegiatan. Semua kegiatan dilakukan dengan menggali ide dan gagasan murid bukan keinginan sang guru saja. Sehingga murid merasa bertanggung jawab dan ikut serta atas apa yang telah mereka kerjakan.

           Dalam video tersebut kita bisa melihat guru berhasil memaksimalkan aset yang dimiliki. Aset atau modal yang dimanfaatkan dengan baik antara lain:

1.       Modal Manusia : Modal manusia antara lain rekan sejawat guru dan murid. Rekan sejawat guru dimanfaatkan untuk curah pendapat dalam percakapan coaching untuk menggali potensi yang ada dalam mengatasi tantangan yang ada. Kemudian murid adalah aset yang bisa dimanfaatkan untuk memberikan sumbangan gagasan atau ide sekaligus pelaksana prakarsa perubahan yang akan dilakukan.

2.       Modal Fisik : Modal lingkungan yaitu ruang kelas lain yang sudah nyaman dan menyenangkan  dimanfaatkan untuk memberikan inspirasi. Selain itu ada juga hasil karya murid berupa lukisan dan kerajinan tangan yang bisa dijadikan hiasan dinding.

Tuesday, May 2, 2023

Koneksi Antar Materi Modul 3.1

 

Dalam dunia pendidikan, di lingkungan sekolah, guru sering dihadapkan pada situasi dilema etika maupun bujukan moral, dan guru dituntut harus mampu mengambil keputusan terbaik berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal, norma, dan aturan yang berlaku yang diyakini dalam lingkungan tersebut. Guru harus tahu bagaimana cara mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin pembelajaran. Pemahaman mendalam tentang pengetahuan dan keterampilan dalam pengambilan keputusan itu harus menerapkan prinsip atau landasan untuk mengambil keputusan yang tepat sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif, aman, dan nyaman.

Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara (KHD) dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?

Pratap Triloka dari Ki Hadjar Dewantara menyatakan sistem among dalam pendidikan, yaitu ing ngarsa sung tuladha artinya seorang guru harus mampu menjadi teladan bagi muridnya. Ing madya mangun karsa, artinya guru harus bisa menjadi pemantik semangat dan menumbuhkan motivasi intrinsik muridnya. Tut wuri handayani, yaitu guru selalu memberikan dorongan dan dukungan bagi muridnya untuk bisa berkembang sesuai kekuatan kodratnya.

Dalam menjalankan peran seorang guru, terkadang guru menghadapi situasi yang melibatkan dilema etika dan bujukan moral. Dilema etika adalah situasi di mana seseorang harus memilih di antara dua pilihan. Ketika kedua keputusan tersebut secara moral bernilai benar tetapi bertentangan satu dengan lainnya. Sedangkan bujukan moral adalah situasi di mana guru harus membuat keputusan yang bernilai benar atau salah.

Dalam pandangan saya, dampak dari pemikiran Ki Hajar Dewantara melalui filosofi Pratap Triloka sangat besar mempengaruhi guru dalam proses membuat keputusan. Dalam pengambilan keputusan yang dilakukan guru sebagai pemimpin pembelajaran, guru sepatutnya menyadari dan menguasai prinsip dan konsep pengambilan keputusan yang dilandasi oleh filosofi pemikiran KHD dalam pratap triloka. Oleh karena itu, guru dalam hal ini harus memiliki kompetensi dan peran sesuai dengan filosofi Pratap Triloka KHD yaitu menjadi panutan yang positif, motivator dan sekaligus pemberi dukungan moral bagi murid melalui keputusan yang dibuat dalam menumbuhkan karakter Profil Pelajar Pancasila. Dalam situasi sulit untuk membuat keputusan, guru harus selalu mengacu pada sembilan fase pengujian dan pengambilan keputusan, reflektif, kritis dan kreatif.

Guru harus menyadari dengan sepenuh hati dan pikiran bahwa setiap keputusan yang dibuat akan memberikan konsekuensi dan pengaruh terhadap masa depan muridnya. Apalagi sebagai role model di lingkungan sekolah, maka setiap keputusan yang dibuat guru akan menjadi contoh bagi muridnya dalam mengambil keputusan nantinya. Hal ini tentu menyadarkan guru untuk membuat keputusan berada dalam koridor filosofi pratap triloka KHD yang bisa dijadikan contoh baik, keputusan yang memicu semangat murid, dan mendorong murid agar menjadi manusia merdeka sesuai visi dan tujuan pendidikan.

Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Sikap perbuatan, perkataan, dan pemikiran seseorang pasti dilandasi nilai-nilai yang diyakini dalam diri dan lingkungannya. Sehingga nilai-nilai tersebut menjadi penggerak yang mengontrol baik secara langsung maupun tak langsung. Nilai-nilai yang tertanam dalam diri akan menentukan cara pandang seseorang terhadap situasi yang sedang dihadapinya dan menjadi landasan prinsip-prinsip dalam pengambilan keputusan. Dalam pengambilan keputusan, ada tiga prinsip yang dapat dimbil yakni Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking), dan Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking).

Prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan tentunya berkaitan dengan nilai- nilai yang tertanam dalam diri. Misalnya, seorang guru yang memiliki empati yang tinggi, rasa kasih sayang dan kepedulian cenderung akan memilih prinsip Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking). Sedangkan guru yang memiliki sikap jujur dan komitmen yang kuat untuk tunduk pada peraturan cenderung memilih prinsip Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking). Dan guru yang reflektif dan memiliki jiwa sosial yang tinggi cenderung memilih prinsip Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking).

Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.

Dalam materi pengambilan keputusan yang dipelajari saat ini ternyata memiliki hubungan yang erat dengan kegiatan ‘coaching’ yang pernah dipelajari dan dilakukan pada modul sebelumnya. Jika pada proses coaching kita membantu agar coachee dapat membuat keputusannya secara mandiri maka dalam modul ini kita kembali melakukan refleksi apakah keputusan yang dibuat tersebut dapat dipertanggungjawabkan, menjadi solusi terbaik bagi pembuat keputusan dan pihak lain yang terlibat atau justru akan dapat menimbulkan masalah di kemudian hari.

Dengan prinsip coaching dalam pengujian pengambilan keputusan, kita bisa melakukan refleksi untuk mengetahui tujuan sebenarnya dari keputusan yang ingin kita buat, tentunya harus berpusat pada kepentingan dan kebutuhan murid. Setelah itu kita bisa menentukan ukuran pencapaian keberhasilan dari keputusan yang kita buat dengan menentukan indikator atau parameter yang ingin kita capai. Selanjutnya, dalam pengambilan keputusan kita menggali aset (kekuatan), mengantisipasi tantangan yang muncul, mengumpulkan fakta-fakta untuk mencari solusi terbaik bagi keputusan yang akan diambil.

Dalam pembelajaran pengambilan keputusan ini, saya diberikan panduan berupa 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah dalam pengujian dan pengambilan keputusan yang tentu akan membuat suatu keputusan semakin tajam dan matang. Adapun 4 paradigma Dilema Etika tersebut adalah: (1) Individu lawan kelompok. (2) Rasa Keadilan lawan Rasa Kasihan. (3) Kebenaran lawan Kesetiaan. (4) Jangka Pendek lawan Jangka Panjang. Sedangkan Prinsip Keputusan Dilema Etika antara lain; (1) Berpikir Berbasis Hasil Akhir, (2) Berpikir Berbasis Peraturan, (3) Berpikir Berbasis Rasa Peduli.

 

 

Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.

Sebagai seorang pendidik tentu akan menghadapi situasi dilema etika atau bujukan moral di lingkungan sekolah. Nilai-nilai kebajikan atau norma-norma yang diyakini oleh pendidik tentu akan menjadi landasan berpikir dan membuat keputusan. Ukuran baik atau buruk, benar atau salah akan sangat ditentukan oleh nilai yang dianut pendidik tersebut. Misalnya saja, seorang pendidik yang memiliki nilai religiusitas yang kuat maka setiap tindakan dan ucapannya akan mencerminkan nilai yang diyakininya. Segala sesuatu didasarkan pada nilai agama yang dianutnya karena ada keyakinan bahwa setiap keputusan yang diambil harus bisa dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pembahasan studi kasus pada modul ini memberikan contoh-contoh yang biasa terjadi dan mungkin saja pernah dialami oleh sebagian guru. Hal ini akan memberikan rambu-rambu dan pedoman agar guru-guru tidak terjebak dalam situasi yang sama dan dapat bertindak secara bijak melalui prinsip, paradigma, dan langkah dalam pengujian dan pengambilan keputusan akan membuat kita semakin menyadari perilaku yang benar dan perilaku yang salah.

Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Setiap keputusan yang diambil pasti memiliki konsekuensi. Hal yang terpenting adalah bagaimana proses pembuatan keputusan itu berjalan dengan baik. Proses pengambilan keputusan yang dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip, paradigma, serta konsep pengambilan keputusan yang baik tentu akan menghasilkan keputusan yang terbaik dan diterima banyak pihak. Semua keputusan harus bersandar pada nilai-nilai kebajikan universal yang diterima semua pihak.

Keputusan yang dihasilkan dengan proses yang baik tentu akan diterima dengan baik pula. Dengan penerimaan yang baik dan berdasar pada nilai-nilai kebaikan akan membuat semua pihak bisa menerima dan bertanggung jawab terhadap hasil keputusan itu. Hal ini akan menimbulkan kesepahaman antara semua pihak yang terikat oleh hasil keputusan itu sehingga suasana lingkungan akan menjadi kondusif, aman dan nyaman. Tidak akan ada pihak yang merasa dirugikan dan dikecewakan karena keputusan yang diambil adalah keputusan terbaik dari hasil proses yang baik.

Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Keputusan yang menyangkut banyak kepentingan dan banyak pihak yang terlibat tentu tidak bisa serta merta bisa diterima. Akan ada proses untuk memahami dan menerima hasil keputusan itu. Sepanjang keputusan itu bersumber pada nilai-nilai kebajikan universal yang diyakini oleh semua pihak, maka hasil keputusan itu pasti bisa diterima dengan baik.

Lingkungan sekolah tentu memiliki nilai-nilai yang dianut. Paradigma berpikir dalam dilema etika atau moral tentunya telah diketahui bersama. Hal yang utama yang menjadi tantangan adalah bagaimana menjaga komitmen bersama dan tetap konsisten untuk membuat dan melaksanakan keputusan terbaik yang berdasar pada nilai-nilai kebajikan universal yang diyakini bersama. Adanya kepemimpinan yang baik juga menjadi kunci keberhasilan untuk mengatasi tantangan yang muncul.

Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?

Sebagai pemimpin pembelajaran tentunya pengambilan keputusan akan sangat berpengaruh pada pengajaran yang diberikan kepada murid. Keputusan yang baik tentu dilakukan dengan proses yang baik dan berpusat pada kebutuhan murid sebagai subyek utama pendidikan di sekolah. Dengan berfokus pada keberpihakan terhadap murid tentunya kemerdekaan dalam belajar akan dirasakan oleh murid.

Keputusan yang memihak pada murid berdasarkan nilai-nilai kebajikan akan melahirkan sistem dan lingkungan yang kondusif, nyaman dan aman untuk belajar. Dalam kondisi seperti ini, pengajaran yang dilakukan tentunya akan berjalan dengan baik untuk menuntun kekuatan kodrat murid dalam mencapai kebahagiaan dan keselamatan setinggi-tingginya baik sebagai manusia (individu) maupun anggota masyarakat.

Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Setiap pengambilan keputusan yang dilakukan guru secara tepat dan bijak tentu akan mempengaruhi masa depan murid-murid. Mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, bisa diandalkan, dan mampu menggali potensi dan kekuatan mereka. Guru adalah role model atau pamong sejalan dengan filosofi KHD ing ngarsa sung tuladha. Setiap hal yang dilakukan dan dikatakan akan menjadi panutan bagi muridnya. Sehingga prilaku guru sangat berdampak pada perkembangan muridnya.

Selain itu, keputusan baik yang didasarkan pada kepentingan murid akan memberikan ruang belajar yang baik bagi murid untuk tumbuh dan berkembang sesuai kodratnya. Dengan dukungan yang baik dan tepat maka murid akan mampu memunculkan motivasi intrinsiknya untuk terus belajar dan menggali potensi diri. Murid mampu mengenali diri dan membuat tujuan di masa depannya dengan baik. Sebaliknya, apabila keputusan guru sebagai pemimpin pembelajaran tidak berpihak pada murid maka semua potensi kodrat murid tidak akan berkembang dengan maksimal. Hal ini justru akan membuat murid kehilangan motivasi untuk berkembang.

Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Kaitan modul ini dengan modul 1.1 tentang Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional KHD adalah setiap keputusan harus mampu mencerminkan sikap guru sesuai filosofi Pratap Triloka. Keputusan yang dibuat harus bisa memberikan teladan bagi murid untuk bersikap (ing ngarsa sung tuadha). Keputusan yang diambil juga harus bisa menimbulkan motivasi intrinsik bagi murid untuk berkembang sesuai kodratnya (ing madya mangun karsa). Keputusan yang dibuat juga harus bisa memberikan dorongan bagi murid untuk terus berkembang menuju masa depannya yang gemilang (tut wuri handayani).

Kaitan modul ini dengan modul 1.2  tentang Nilai dan Peran Guru Penggerak adalah setiap proses dan hasil keputusan harus mencerminkan guru sebagai pemimpin pembelajaran. Terlihat jelas bahwa setiap keputusan harus berpihak pada murid. Keputusan yang didasarkan pada kebutuhan murid akan berdampak pada masa depan murid. Hal ini sejalan dengan modul 1.3 bahwa guru harus memiliki visi. Visi tersebut harus tercermin pada keputusan yang diambil harus mampu mengakomodir kepentingan murid di masa depan. Dengan proses pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal dalam modul ini harus mampu menjadi Budaya Positif di lingkungan sekolah seperti terdapat dalam modul 1.4. Paradigma pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan akan tumbuh menjadi Budaya Positif sekolah. Hal ini ditandai dengan dasar sikap, perbuatan, dan proses pengambilan keputusan yang selalu didasarkan pada nilai-nilai kebajikan yang diyakini dalam lingkungan sekolah.

Keputusan yang terbaik adalah keputusan yang selalu berpihak kepada kepentingan dan kebutuhan murid. Sejalan dengan modul 2.1 tentang Pembelajaran untuk Memenuhi Kebutuhan Murid maka dalam modul ini saya belajar bagaimana setiap keputusan yang akan dibuat harus didasarkan pada kebutuhan murid. Sebagai pemimpin pembelajaran tentu fokus utama adalah murid. Keputusan yang saya buat harus bisa memberdayakan potensi diri agar dihasilkan keputusan yang baik. Keputusan yang saya ambil harus selalu dilakukan refleksi agar bisa menjadi pembelajaran di masa mendatang. Hal ini bisa saya lakukan sesuai modul 2.3 tentang Coaching. Teknik coaching akan mampu menghasilkan keputusan yang memberdayakan segala potensi yang ada. Coaching dalam pengambilan keputusan akan menjadi proses refleksi yang konstruktif bagi kepentingan pendidikan.

Kesimpulan yang saya dapat diambil dari modul ini adalah bahwa pengambilan keputusan yang diambil oleh guru sebagai pemimpin pembelajaran sangat mempengaruhi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan murid.


Monday, April 17, 2023

Demonstrasi Kontekstual Modul 3.1

 Dalam kegiatan Demonstrasi Kontekstual Modul 3.1 tentang Pengambilan Keputusan Berdasarkan Nilai-nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin kali ini, saya berkesempatan mewawancarai kepala sekolah untuk kemudian melakukan analisis atas penerapan proses pengambilan keputusan berdasarkan paradigma, prinsip, dan langkah pengujian terhadap kasus-kasus dilema etika maupun bujukan moral. Berikut hasil wawancara tersebut:


Wawancara dengan Kepala SMAN 1 Kotabaru, Kalimantan Selatan


Wawancara dengan Kepala SDS Merah Delima, Kotabaru


Wawancara dengan Kepala SDN Dirgahayu 7, Kotabaru

Dalam menggali informasi mengenai pengambilan keputusan terhadap masalah terkait dilema etika maupun bujukan moral, ada beberapa pertanyaan yang digunakan:

  1. Selama ini, bagaimana Anda dapat mengidentifikasi kasus-kasus yang merupakan dilema etika atau bujukan moral?
  2. Selama ini, bagaimana Anda menjalankan pengambilan keputusan di sekolah Anda, terutama untuk kasus-kasus di mana ada dua kepentingan yang sama-sama benar atau sama-sama mengandung nilai kebajikan?
  3. Langkah-langkah atau prosedur seperti apa yang biasa Anda lakukan selama ini?
  4. Hal-hal apa saja yang selama ini Anda anggap efektif dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?
  5. Hal-hal apa saja yang selama ini merupakan tantangan dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika?
  6. Apakah Anda memiliki sebuah tatakala atau jadwal tertentu dalam sebuah penyelesaian kasus dilema etika, apakah Anda langsung menyelesaikan di tempat, atau memiliki sebuah jadwal untuk menyelesaikannya, bentuk atau prosedur seperti apa yang Anda jalankan?
  7. Adakah seseorang atau faktor-faktor apa yang selama ini mempermudah atau membantu Anda dalam pengambilan keputusan dalam kasus-kasus dilema etika?
  8. Dari semua hal yang telah disampaikan, pembelajaran apa yang dapat Anda petik dari pengalaman Anda mengambil keputusan dilema etika?
Praktik Pengambilan Keputusan dari Hasil Wawancara

Secara garis besar pengambilan keputusan dari hasil wawancara oleh pemimpin sekolah dilakukan berdasarkan aturan (hukum, tatatertib, SOP) dan dilakukan secara musyawarah. Warga sekolah sebagai bagian dari elemen pengambilan keputusan menjadi bagian penting yang dilibatkan karena pada umumnya keputusan itu terkait juga dengan kepentingan warga sekolah. Keputusan juga didasarkan pada besarnya manfaat dan konsekuensi yang ditimbulkan oleh keputusan tersebut. 

Tidak ada satu pun dari kepala sekolah yang mempunyai jadwal atau tatakala dalam menyelesaikan masalah dilema etika maupun bujukan moral. Persoalan yang muncul diselesaikan secara langsung saat peristiwa itu terjadi sehingga tidak berlarut-larut dan melebar ke persoalan lain. Selain itu, para kepala sekolah menyampaikan bahwa untuk mengidentifikasi persoalan tersebut dilema etika atau bujukan moral didasarkan pada aturan (uji legal)

Hal yang menjadi tantangan dalam pengambilan keputusan adalah berbagai macam kepentingan yang terlibat di sana. Ada yang setuju (pro) dan juga ada yang tidak setuju (kontra) menjadi bagian dari konsekuensi yang timbul dari pengambilan keputusan. Oleh karena itu, seberapa besar manfaat yang dirasakan, seberapa banyak orang yang merasakan manfaat dari keputusan, serta resiko yang timbul adalah bagian dari pertimbangan sebelum membuat keputusan. Selain itu, melibatkan pihak lain yang berkepentingan dalam masalah tersebut akan menjadi kekuatan untuk bisa membuat keputusan yang baik dan diterima.

Efektifitas keputusan yang diambil diukur dari keberhasilan tujuan yang ingin dicapai meskipun ada pihak yang tidak sejalan dengan keputusan itu. Meskipun terkadang keputusan di sebuah masalah terkadang bisa berbeda tergantung situasi dan kondisi yang mempengaruhi keputusan tersebut. Akan tetapi belajar dari pengambilan keputusan yang telah dilakukan sangatlah penting sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan di masa mendatang.

Analisis Praktik Pengambilan Keputusan Berdasarkan Paradigma, Prinsip, dan Langkah Pengujian

Dalam menghadapi dilema pengambilan keputusan, terkadang pemimpin sekolah maupun pemimpin pembelajaran dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit yang melibatkan nilai-nilai kebajikan universal yang telah diyakini oleh seluruh warga sekolah. Oleh karena itu, setiap warga sekolah seharusnya memang menjunjung tinggi nilai-nilai kebajikan universal seperti kejujuran, tanggung jawab, integritas, lurus hati, keadilan, kesabaran, toleran, dan sebagainya sebagai landasan berperilaku di lingkungan sekolah

Paradigma dilema etika tidak begitu terlihat dari hasil wawancara karena tidak ada contoh langsung yang diberikan sebagai kasus dilema etika yang terjadi di sekolah baik itu paradigma individu lawan masyarakat (individual vs community), rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy), kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty), maupun jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term). 

Akan tetapi dari hasil wawancara beberapa kepala sekolah, ada beberapa paradigma dilema etika yang muncul dalam keseharian di lingkungan sekolah. Keputusan banyak didasarkan pada prinsip berpikir berbasis peraturan (rule-based thinking) dengan adanya tata tertib sekolah, aturan hukum yang selalu menjadi acuan pengambilan keputusan. Di sisi lain, prinsip berpikir hasil akhir (ends-based thinking) maupun prinsip berpikir rasa peduli (care-based thinking) kurang terlihat sebagai prinsip pengambilan keputusan yang disampaikan dalam wawancara.

Adapun 9 langkah pengujian belum terlihat dipergunakan secara runtut dan sistematis seperti yang didapatkan dari pendidikan guru penggerak berikut ini:
  1. Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini.
  2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.
  3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.
  4. Pengujian benar atau salah. (Ada uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran, dan uji panutan/idola).
  5. Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.
  6. Melakukan Prinsip Resolusi.
  7. Investigasi Opsi Trilema
  8. Buat Keputusan
  9. Lihat Lagi Keputusan dan Refleksikan.
Secara umum, dari wawancara kepala sekolah tersebut, langkah awal dalam mengidentifikasi masalah, siapa yang terlibat, dan fakta-fakta yang dikumpulkan untuk mengetahui duduk persolan secara tepat sudah dilakukan dengan baik. Namun, pada langkah pengujian benar salah, tidak semua kepala sekolah melakukakannya. Selain itu, memunculkan tahapan Investigasi Opsi Trilema untuk menemukan hal-hal yang belum terpikirkan sebelumnya masih belum terlihat sebelum membuat keputusan. Kegiatan refleksi setelah keputusan itu dibuat juga tidak terlihat secara gamblang dilakukan.

Refleksi

Dari kegiatan wawancara maka penulis mendapatkan banyak pelajaran berharga dari praktik nyata yang sudah dilakukan kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah dan pemimpin pembelajaran. Hal menarik yang didapatkan saat melakukan wawancara adalah setiap keputusan pasti ada pro dan kontra. Setiap pengambilan keputusan pasti ada konsekuensinya. Menjadi seorang pengambil keputusan diperlukan keberanian untuk menerima konsekuensi dari setiap keputusan yang diambil. Keputusan harus bisa dipertanggungjawabkan terutama secara hukum.

Sebagai pemimpin pembelajaran yang telah mempelajari 4 paradigma dilema etika, 3 prinsip pengambilan keputusan dan 9 langkah pengujian benar salah, maka sepatutnya saya menggunakan pengetahuan ini dalam pengambilan keputusan di saat terjadi masalah dilema etika maupun bujukan moral. Bagi diri saya pribadi, tujuan dari pengambilan keputusan itu tentunya harus bermuara pada kepentingan dan kebutuhan murid. Keberpihakan terhadap murid harus menjadi prioritas utama sebagai dasar ukuran efektivitas keputusan yang dibuat.

Hal penting lainnya yang bisa saya pelajari dari hasil wawancara adalah adanya kegiatan refleksi dari setiap keputusan yang telah diambil. Hal ini menjadi bagian penting dan konstruktif untuk membuat keputusan yang lebih baik dan bisa dipertanggungjawabkan di masa mendatang.

Dari hasil wawancara tersebut ditemukan beberapa informasi penting terkait kegiatan wawancara tentang pengambilan keputusan oleh kepala sekolah. Informasi tersebut dikumpulkan dengan beberapa checklist refleksi wawancara sebagai berikut:

No.

Tugas

Ada (A)/

Tidak Ada (TA)

1.

Isi: Hal-hal menarik apa yang muncul dari wawancara tersebut, pertanyaan-pertanyaan mengganjal apa yang masih ada dari hasil wawancara bila dibandingkan dengan hal-hal yang Anda pelajari seperti 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengujian, apa yang Anda dapatkan?

 

Ada

2.

Isi: Bagaimana hasil wawancara antara 2-3 pimpinan yang Anda wawancarai, adakah sebuah persamaan, atau perbedaan. Kira-kira ada yang menonjol dari salah satu pimpinan tersebut, mengapa, apa yang membedakan?

 

Ada

3.

Isi: Apa rencana ke depan para pimpinan dalam menjalani pengambilan keputusan yang mengandung unsur dilema etika? Bagaimana mereka bisa mengukur efektivitas pengambilan keputusan mereka?

 

Ada

4.

Isi: Bagaimana Anda sendiri akan menerapkan pengambilan keputusan dilema etika pada lingkungan Anda, pada murid-murid Anda, dan pada kolega guru-guru Anda yang lain? Kapan Anda akan menerapkannya?

 

Ada

5.

Teknis: Kejelasan suara/tulisan di video/blog naratif Anda, format apa yang akan gunakan, sudahkah Anda mengujinya/membacanya dan melihat hasilnya/membayangkan bila orang lain membaca tulisan Anda?

 

Ada

6.

Teknis: Durasi waktu/panjang tulisan, apakah sudah diuji untuk maksimal dan minimal waktu berbicara, atau apakah sudah ditinjau isi dan panjang tulisan Anda, dan kepadatan/intisari  materi yang Anda ingin sampaikan?

 

Ada

Thursday, March 30, 2023

Koneksi Antarmateri - Modul 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik

Ditulis Oleh : Dian Mardhika, S.Pd.

CGP Angkatan 7 Kab. Kotabaru

 

Pemikiran Reflektif Terkait Pengalaman Belajar

Materi Pembelajaran yang baru saya peroleh dari Modul 2.3 ini adalah saya belajar tentang Coaching Untuk Supervisi Akademik. Coaching adalah sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil, dan dilakukan secara sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi coachee (Grant, 1999). Jadi tujuan coaching ini adalah untuk menuntun coachee menemukan ide baru atau cara untuk mengatasi tantangan yang dihadapi atau mencapai tujuan yang dikehendaki.

Dalam melaksanakan praktik coaching ada paradigma berpikir dan prinsip coaching yang saya pelajari. Adapun paradigma berpikir coaching antara lain:

1.   Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan

2.   Bersikap terbuka dan ingin tahu

3.   Memiliki kesadaran diri yang kuat

4.   Mampu melihat peluang baru dan masa depan

         Sejalan dengan hal di atas, ada beberapa prinsip coaching yang saya pelajari dalam modul ini antara lain:

1.   Kemitraan (posisi coach dan coachee setara. Tidak ada yang lebih tinggi dan lebih rendah)

2.   Proses Kreatif (percakapan dilakukan dua arah, memicu proses berpikir coachee, menggali ide baru)

3.   Memaksimalkan Potensi (diakhiri dengan rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh coachee)

         Selain paradigma berpikir dan prinsip coaching, saya juga mempelajari tentang kompetensi inti coaching yang harus dimiliki oleh seorang coach. Kompetensi inti tersebut antara lain:

1.   Kehadiran Penuh/Presence

2.   Mendengarkan Aktif

3.   Mengajukan Pertanyaan Berbobot

 

        Dalam melaksanakan percakapan coaching, bisa digunakan alur percakapan TIRTA . Istilah ini adalah akronim dari Tujuan Utama, Identifikasi, Rencana Aksi, Tanggung Jawab

Sumber: Modul CGP Sub Pembelajaran 2.3 Alur TIRTA

         Ketika mempelajari Modul 2.3 ini, saya merasa tertarik dan senang karena ada sebuah pengetahuan baru yang saya dapatkan. Selama ini saya hanya mengetahui tentang supervisi yang dilakukan di sekolah tanpa pendekatan berbasis coaching. Saya sangat tertarik untuk mengaplikasikannya dalam kelas saya kepada murid maupun rekan sejawat. Hal ini tentu sangat membantu karena dari pengalaman yang ada, banyak murid yang perlu mendapatkan pendampingan dan pemberdayaan sebagai wujud keberpihakan guru terhadap murid.

               Dalam kegiatan belajar tentang coaching dan berlatih melakukan percakapan coaching dengan alur TIRTA, saya sudah bisa mempraktikkan dengan baik. Tahapan dalam percakapan alur TIRTA bisa saya lakukan dengan cukup baik. Meskipun dalam hal membuat pertanyaan berbobot dalam tahap identifikasi, saya masih perlu banyak berlatih agar semakin lancar dan bisa menggali potensi coachee yang saya dampingi.

               Setelah mempelajari dan mempraktikkan percakapan coaching dengan alur TIRTA dalam Modul 2.3 ini, saya merasa kompetensi coaching yang saya miliki semakin bertumbuh, saya telah menemukan sebuah metode yang sangat baik untuk mengembangkan dan memberdayaakan potensi murid saya pada khususnya dan berharap bisa membantu rekan sejawat untuk menggali potensi diri dengan lebih baik lagi.

 Implementasi Coaching

             Setelah belajar konsep coaching, muncul pertanyaan dalam diri saya. Apakah coaching ini akan berdampak terhadap peningkatan kualitas pembelajaran? Ya, saya optimis bahwa coaching akan memberikan dampak positif terhadap kualitas pembelajaran di kelas saya. Hal ini dikarenakan paradigma coaching adalah pemberdayaan. Bisa kita lihat bagaimana bila murid kita dengan segudang potensi dalam dirinya bisa diberdayakan. Tentu sekolah akan menjadi tempat yang menyenangkan bagi murid-murid untuk berkembang dan berprestasi sesuai kodratnya masing-masing.

        Coaching sejalan dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Menurut beliau tujuan pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Guru berperan sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya. Oleh sebab itu, keterampilan coaching perlu dimiliki para guru untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) muridnya agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat.

            Dengan kemampuan coaching yang dimiliki oleh seorang guru, saya percaya pemberdayaan di lingkungan sekolah akan berjalan dengan baik. Dengan proses kolaborasi antara semua stake holder di lingkungan sekolah maka akan tercipta ekosistem pendidikan yang luar biasa. Apalagi jika kemampuan coaching ini dimiliki oleh seorang supervisor, maka supervisi akademik yang dilakukan di sekolah akan menjadi sebuah kebutuhan bagi guru maupun murid untuk melihat potensi diri agar bisa memberdayakan lingkungan sekitarnya.

         Supervisi akademik tidak lagi menjadi momok bagi guru. Apalagi selama ini kegiatan supervisi hanya dilakukan dengan fokus pada kegiatan admisnistrasi saja. Supervisi akademik berbasis coaching akan menjadi aktivitas yang menantang dan menyenangkan karena guru merasa diberdayakan potensinya bukan malah dicari-cari kesalahannya. Hal ini pasti akan berdampak terhadap kualitas pembelajaran di kelas. Bila guru merasa dihakimi dan dipersalahkan atas kinerja mengajarnya maka potensi guru akan semakin menurun karena hilangnya rasa percaya diri sebagai pemimpin pembelajaran di kelas. Akan tetapi bila guru merasa diberdayakan dan didukung untuk memaksimalkan potensinya maka akan tumbuh kreatifitas dan suasana yang positif antara murid dengan guru, guru dengan guru, maupun guru dengan kepala sekolah yang akan menciptakan suasana sekolah yang nyaman dan kondusif.

        Dalam pelaksanaan coaching di lapangan, tentu akan timbul tantangan yang berbeda antara tingkat sekolah satu dengan tingkat sekolah yang lain. Begitu juga antara daerah satu dengan daerah yang lain. Sekolah saya adalah sekolah tingkat menengah atas. Tentu memiliki tantangan yang lebih kompleks, ditambah lagi sekolah tempat saya mengajar ini terletak di daerah pesisir yang masyarakatnya terdiri dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Di lingkungan sekolah saya memiliki potensi putus sekolah yang besar bila murid-murid yang bermasalah tidak mendapatkan perhatian dan dukungan yang lebih dari warga sekolah.

        Dengan potensi masalah dan potensi putus sekolah yang cukup besar maka coaching bisa menjadi solusi bagi masalah tersebut. Apabila tercipta kolaborasi dari para guru yang memiliki kompetensi coaching, maka hal tersebut bisa menjadi salah satu kompetensi yang mampu mencegah potensi negatif yang mungkin terjadi di lingkungan sekolah. Guru yang memiliki pola pikir bertumbuh dan kompetensi coaching akan mampu menciptakan komunikasi positif yang “menuntun” para murid agar fokus pada potensi mereka, fokus pada solusi di saat mereka mendapatkan masalah. Dengan pemberdayaan seperti ini, saya optimis segala tantangan yang muncul bisa diatasi bersama-sama.

Keterkaitan Pengalaman dan Pengetahuan  

        Pengalaman saya di masa lalu melihat supervisi akademik adalah sebuah evaluasi tanpa umpan balik. Kegiatan yang hanya berfokus pada persoalan administrasi dan kekurangan guru dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Hal ini membuat supervisi akademik menjadi momok yang menakutkan bagi guru. Hasil evaluasi yang cenderung mencari kesalahan dan mengungkap kelemahan guru dalam mengajar justru membuat guru merasa tidak percaya diri menjadi pemimpin pembelajaran di kelas.

        Di samping itu, saya mempunyai pengalaman bahwa coaching juga sangat dibutuhkan oleh murid.  Banyak murid yang perlu mendapatkan tempat untuk mereka bisa melihat potensi di dalam diri mereka secara jelas. Apalagi anak-anak usia remaja masih dalam proses pencarian jati diri mereka. Saya pernah mempunyai beberapa orang murid dari pulau kecil yang jauh dari pusat kota. Mereka berasal dari keluarga golongan ekonomi bawah. Namun mereka memiliki impian untuk sekolah sampai tingkat tinggi. Dengan pendampingan dan komunikasi yang positif yang saya dan rekan guru berikan, mereka bisa menemukan potensi dirinya dan membuat strategi untuk mewujudkan impiannya hingga semua terwujud. Mereka bisa kuliah dan menjadi sarjana lewat jalur beasiswa Bidikmisi. Hal ini membuktikan dengan coaching, murid saya yang menjadi coachee bisa membuat tujuan masa depannya dan mengatasi tantangan yang mucul dengan mencari solusi terhadap permasalahannya.

        Di masa mendatang, setelah melihat pengalaman masa lalu dan pengalaman belajar saat ini, saya akan menerapkan kompetensi coaching yang sudah saya pelajari dan saya praktikkan untuk memberdayakan potensi murid saya dengan lebih sistematis. Selain itu, saya juga akan mencoba melakukan pemberdayaan rekan sejawat yang perlu difasilitasi dengan praktik coaching untuk mencari solusi dari permasalahan pembelajaran yang seringkali muncul di kelas. Tentu dengan menggerakkan semua warga sekolah untuk bisa berkolaborasi maka tantangan yang timbul di masa mendatang akan mampu dilewati dengan baik.

        Pemberdayaan murid maupun rekan sejawat ini adalah bentuk keberpihakan guru terhadap murid dan salah satu peran guru penggerak sebagai coach bagi guru lain. Selain itu, dalam Modul 2.1 tentang Pembelajaran Berdiferensiasi, coaching adalah salah satu bentuk komunikasi yang bisa dibangun dalam kelompok kecil yang memerlukan perhatian khusus agar terpenuhi kebutuhan belajar individunya. Pendampingan dan pemberdayaan individu yang memerlukan pendekatan khusus akan terlayani dengan kegiatan coaching ini.

        Sejalan dengan hal tersebut di atas, coaching  juga sangat erat kaitannya dengan Modul 2.2 tentang Pembelajaran Sosial Emosional (PSE). Menumbuhkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) terhadap murid juga akan sangat berdampak bila digunakan dengan paradigma coaching. Seperti halnya kesadaran penuh (mindfulness) bisa digunakan oleh coach maupun coachee agar dalam kondisi hadir sepenuhnya (presence) saat melakukan percakapan coaching sehingga proses pemberdayaan dan penggalian potensi bisa berjalan dengan baik.

        Dalam sebuah jurnal di https://primary.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPFKIP/article/view/9189 memuat hasil penelitian yang dilakukan Erik Wahyudi dkk, di dalam jurnal tersebut memuat sebuah penelitian tentang supervisi akademik berbasis coaching MORTITAR yang merupakan akronim dari Mitra, Orientasi, Tujuan, Identifikasi, Rencana Aksi, Tanggung Jawab, Refleksi yang hampir serupa dengan coaching dengan alur TIRTA. Adapun hasilnya menunjukkan adanya peningkatan kinerja pembelajaran guru SD di Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara. Oleh karena itu, supervisi akademik berbasis coaching merupakan sebuah praktik baik yang bisa diterapkan dalam dunia pendidikan.

Tuesday, December 20, 2022

Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2

    Gambaran diri setelah lulus Program Guru Penggerak (PGP) dan telah menjalani sebagai Guru Penggerak (GP) selama 3 tahun. Dengan kepercayaan diri menjalankan peran sebagai GP dalam menjalankan kegiatan-kegiatan yang mewujudkan nilai dan peran sebagai Guru Penggerak. 



    Narasi kegiatan Guru Penggerak setelah lulus PGP dan menjalankan kegiatan dalam praktik pembelajaran. Mengejahwantakan nilai dan peran GP dalam kegiatan sehari-hari.

Monday, December 19, 2022

Demonstrasi Kontekstual Modul 1.4

    Restitusi memberikan kesempatan kepada murid untuk disiplin positif, memulihkan diri dari kesalahan sehingga memiliki tujuan yang jelas. Penekanannya pada cara mereka menghargai nilai-nilai kebaikan yang diyakini, bukan berperilaku untuk menyenangkan orang lain. Restitusi membantu murid untuk jujur pada dirinya sendiri dan mengevaluasi dampak dari kesalahan yng dilakukan. Restitusi memberikan penawaran bukan paksaan. Sangat penting bagi guru menciptakan kondisi yang membuat murid bersedia menyelesaikan masalahnya dan berbuat lebih baik lagi.

    Segitiga Restitusi merupakan salah satu cara memperbaiki diri untuk mewujudkan disiplin diri. Segitiga Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahannya sehingga karakter mereka lebih kuat ketika kembali pada kelompoknya. Terdapat tiga langkah pada restitusi atau kita kenal dengan segitiga restitusi, yaitu 1) menstabilkan identitas; 2) validasi tindakan yang salah; 3) menanyakan keyakinan.