Dalam membuat jurnal refleksi modul 3.3 tentang Pengelolaan Program yang Berdampak Positif pada Murid kali ini saya akan menggunakan model refleksi 5M yang diadaptasi dari model 5R (Bain, dkk, 2002, dalam Ryan & Ryan, 2013)
Mendeskripsikan (Reporting)
Dalam mempelajari modul 3.3 ini
saya mendapatkan banyak konsep yang mengkonfirmasi pengalaman sebagai murid dan
sebagai guru dalam hal kepemimpinan murid. Pengetahuan di modul ini telah
terlebih dahulu saya alami waktu menjadi murid. Banyak hal penting yang
membentuk pengetahuan dan ketrampilan saya saat ini karena saya pernah
mengalami pembelajaran otentik sewaktu menjadi murid. Mengikuti berbagai macam
program atau kegiatan sekolah yang memberikan pengalaman belajar.
Dalam mengimplementasikan isi
modul ini, saya membuat sebuah prakarsa perubahan dengan program “Teman Asuh”
sebagai sebuah program yang berusaha menumbuhkan student agency dengan
mengakomodir suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership).
Dalam aspek suara (voice) murid dilibatkan dalam diskusi bersama untuk
menentukan tujuan program yaitu pengumpulan donasi murid digunakan untuk apa
saja. Dalam aspek pilihan (choice) murid dihadapkan pada kemampuan
membuat keputusan baik dalam struktur pembagian tugas, waktu pelaksanaan
program, jumlah donasi yang bisa dikumpulkan, serta menentukan sasaran program.
Dalam program ini murid terlibat aktif mengelola dan menjalankan program dengan
dipandu oleh wali kelasnya sebagai upaya terencana agar mereka merasa memiliki
atas kegiatan yang sedang dilaksanakan.
Merespon (Responding)
Apakah penumbuhan kepemimpinan
murid (student agency) merupakan hal yang mendesak dilakukan? Tentu
pertanyaan ini bisa kita jawab dengan melihat kondisi saat ini. Organisasi
Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi Dunia
(OECD) mensyaratkan pendidikan pada aspek kepemimpinan murid terkait dengan
pengembangan identitas dan rasa memiliki. Hal tersebut adalah kompetensi murid
yang perlu ditumbuhkembangkan sebagai upaya membekali mereka dengan kecakapan
hidup abad 21. Sejalan dengan program pendidikan yang saat ini
diimplementasikan guna mencertak murid dengan Profil Pelajar Pancasila.
Kepemimpinan murid akan tumbuh
dalam sebuah pembelajaran otentik dimana murid terlibat langsung dalam
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program yang memberikan ruang
belajar langsung bagi mereka. Meskipun dalam proses kegiatan tersebut banyak
tantangan yang harus disikapi dengan baik. Misalkan saja kontrol guru
fasilitator masih terlalu kuat dalam pelaksanaan program ataupun keterlibatan
murid yang masih belum maksimal dalam pelaksanaan kegiatan atau program. Akan
tetapi dengan refleksi dan evaluasi secara berkala dan terencana, tantangan
yang muncul tersebut bisa diminimalisir.
Mengaitkan (Relating)
Dalam pelaksanaan program atau
kegiatan untuk menumbuhkan kepemimpinan murid, banyak hal terkait dengan
pembelajaran sosial emosional (PSE) muncul di dalam prosesnya. Selain
pengembangan kualitas dan kontrol diri, kegiatan tersebut memberikan ruang bagi
murid untuk menumbuhkan “agency”. Secara disadari maupun tidak, hal itu
juga akan memberikan kesempatan bagi murid menguasai Kompetensi Sosial
Emosional (KSE). Oleh karena itu, saya sebagai guru harus memberikan perhatian
lebih pada kegiatan atau program semacam ini untuk diterapkan di sekolah.
Berdasarkan pengalaman masa lalu
ketika masih menjadi murid, saya menyadari kegiatan atau program yang
dilaksanakan oleh murid mampu memberikan pengalaman belajar yang otentik
sehingga sangat berkesan dan bermanfaat bagi diri saya ketika menjadi seorang
guru. Pengalaman adalah guru yang hebat.
Menganalisis (Reasoning)
Seperti halnya dijelaskan dalam
trapesium waktu yang pernah saya pelajari di PGP ini, maka program atau
kegiatan kepemimpinan murid akan membuat murid memiliki pengalaman belajar yang
bermakna sehingga hal tersebut akan tersimpan dalam ingatan jangka panjang (long-term
memory) yang akan melekat pada diri murid. Pengalaman empiris tersebut akan
tumbuh menjadi sebuah kecakapan hidup yang berguna dalam kehidupan nyata.
Program kegiatan kepemimpinan
murid akan memberikan dampak positif karena bagian dari sifat kemitraan dimana
ada kesadaran diri yang muncul dari dua belah pihak, baik murid maupun guru. Murid
mampu belajar memahami tujuan dari setiap pembelajaran yang dilakukannya,
belajar mengambil inisiatif dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya,
bersifat konstruktif dalam setiap refleksi kegiatan yang dilakukannya.
Sementara itu, guru bisa lebih terbuka dan berpihak pada murid dengan memberi
ruang bagi murid untuk mengembangkan kualitas dirinya.
Mempertimbangkan suara, pilihan,
dan kepemilikan merupakan dasar sebuah pembelajaran berdiferensiasi karena dari
situlah guru bisa mengenali kebutuhan belajar murid sesuai kesiapan, minat dan
profil murid. Berdasarkan informasi tersebut kontrol guru yang dominan bisa
dikurangi. Seperti halnya materi tentang teori kontrol dalam pembelajaran yang
menyebutkan bahwa ilusi bila orang dewasa bisa memaksakan kehendaknya. Dalam
teori kontrol disebutkan bahwa realitas (kebutuhan) kita berbeda. Oleh karena
itu, sangatlah perlu bagi saya sebagai guru untuk mengetahui kebutuhan belajar
murid melalui suara (voice) mereka. Sehingga pada akhirnya, kepemimpinan
murid mampu memicu munculnya motivasi intrinsik murid yang akan menggerakkan mereka
untuk belajar dengan baik.
Merancang
Ulang (Reconstructing)
Pada akhirnya, setiap program
yang dirancang oleh guru harus didasarkan pada pemenuhan kebutuhan belajar
murid. Hal ini bisa diakomodir dengan adanya keterlibatan murid melalui suara (voice)
yang mereka miliki. Murid mempunyai pilihan-pilihan (choice) yang harus
diperhatikan guru sehingga kontrol yang terlalu kuat dari guru harus dikurangi
agar mampu memberikan pembelajaran bagi mereka tentang tanggung jawab atas
pilihan mereka tersebut. Murid juga harus dilibatkan secara langsung dari
proses perencanaan hingga evaluasi agar muncul rasa memiliki (ownership)
terhadap program yang dilaksanakan.
0 comments:
Post a Comment