Jurnal Refleksi Modul 2.1

 REFLEKSI MODUL 2.1

 

Saya akan merefleksikan Modul 2.1  Pembelajaran untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid dengan menggunakan Model Driscoll atau dikenal dengan Model “What?”

 WHAT?

Saat saya mengajar di kelas, saya merasa sudah memberikan penjelasan tentang materi yang sedang dipelajari murid. Kesempatan bertanya terhadap hal-hal yang kurang jelas juga sudah saya berikan. Tetapi saya melihat kenyataan bahwa murid saya masih belum memahami apa yang sudah saya jelaskan. Mereka seolah-olah tidak pernah mengerti bahasan materi yang saya ajarkan. Saya merasa sedih dan kecewa karena merasa sudah memberikan yang terbaik untuk murid saya.

           Saya bertanya pada rekan sejawat tentang pengalaman mereka mengajar. Hal serupa juga terjadi pada kelas mata pelajaran lain. Mereka pun mengatakan sudah menjelaskan materi pelajaran berulang kali dan murid-murid pun masih banyak yang belum memahami materi yang diajarkan.

 SO WHAT?

          Saya cenderung menyalahkan murid ketika terjadi ketidakberhasilan dalam proses belajar. Hal ini terjadi karena mungkin kurangnya pengetahuan saya tentang strategi dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang baik dan sesuai kebutuhan belajar murid. Dimana setiap murid memiliki kodratnya masing-masing.

Setelah saya belajar tentang bagaimana memenuhi kebutuhan belajar murid dengan pembelajaran berdiferensiasi, saya merasakan banyak hal salah yang saya lakukan selama ini. Saya tidak melakukan pemetaan kebutuhan murid berdasarkan 3 aspek yaitu Kesiapan Belajar, Minat, dan Profil Murid. Saya pun tidak melakukan diferensiasi dalam Konten, Proses, dan Produk. 

      Dengan mengetahui Kesiapan Belajar (readiness) dari murid-murid saya maka saya bisa mengetahui kesiapan mereka menerima pengetahuan, konsep, maupun ketrampilan baru. Saya bisa membuat “equalizer” untuk melihat kesiapan mereka dan bisa melakukan tindakan “scafolding” untuk mengangkat kesiapan belajar mereka pada level yang seharusnya. Saya juga bisa memvariasikan proses pembelajaran sesuai minat dan gaya belajar murid baik yang visual, audio,maupun kinestetik.

 NOW WHAT?

          Tentu saya tidak akan merasakan sedih dan kecewa bila saja saya mengerti bahwa kodrat setiap anak itu berbeda. Saya tidak akan “memaksa” murid belajar sesuatu yang mereka belum siap menerimanya.  Apalagi menilai siswa dengan alat yang sama padahal mereka punya minat dan gaya belajar yang berbeda.

          Dengan dukungan semua pihak yang berkepentingan terhadap peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah, tentu kegiatan pembelajaran berdifernsiasi ini bisa terlaksana dan memberikan dampak positif terhadap strategi pemebelajaran guru di kelas.

Saya ingin membagikan pengetahuan saya tentang pembelajaran berdiferensiasi untuk memenuhi kebutuhan belajar murid kepada rekan-rekan guru di sekolah dan komunitas praktisi saya. Sehingga permaslahan yang saya dan rekan-rekan saya alami sebelumnya bisa teratasi  dengan mencoba memahami dan melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi.

0 comments:

Post a Comment