Dalam melakukan refleksi modul 3.2 tentang
Pemimpin Dalam Pengelolaan Sumber Daya, saya menggunakan Model 4 C (Connection,
Challenge, Concept, Change) yang dikembangkan oleh Ritchhart, Church, dan
Morrison (2011)
Connection
Keterkaitan modul ini dengan peran
saya sebagai guru penggerak sangatlah erat kaitannya karena modul ini
memberikan pengetahuan tentang sumber daya yang bisa menjadi aset atau modal
dalam mengembangkan sekolah. Sebagai pemimpin pembelajaran, saya sangat
terbantu dalam menganalisis aset dan bagaimana strategi pemanfaatannya untuk
kepentingan sekolah.
Modul ini juga memberikan pendalaman
materi terhadap apa yang saya pelajari di modul 1.3 tentang Inkuiri Apresiatif (IA)
karena pendekatan berbasis aset ini bisa saya jadikan landasan dalam melakukan
Prakarsa Perubahan dimana paradigma ini percaya bahwa setiap orang memiliki
inti positif (aset) yang dapat memberikan kontribusi terhadap kenerhasilan.
Challenge
Selama ini pendekatan yang saya
pakai adalah pendekatan berbasis masalah (deficit-based approach). Saya
seringkali hanya fokus dalam mengidentifikasi masalah tanpa melihat adanya peluang
besar apabila saya mengalihkan fokus pada pendekatan berbasis aset (asset-based
approach). Dalam pembelajaran di modul 3.2 ini, saya menemukan perbedaan
dari apa yang biasanya saya lakukan. Waktu saya lebih banyak tersita untuk mengurusi
kendala yang menjadi masalah sehingga potensi yang dimiliki tidak bisa
dikembangkan dengan maksimal.
Concept
Konsep penting dalam modul ini
adalah pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan Berbasis Aset/Kekuatan (asset-based
approach) dalam upaya mengembangkan sekolah. Adanya Asset-Based
Community Development (ABCD) atau Pengembangan Komunitas Berbasi Aset
(PKBA) menjadi konsep penting untuk membuat perubahan paradigma dari cara
konvensional yang berbasis masalah menjadi cara baru yang berbasis aset atau
kekuatan komunitas/organisasi.
Selain itu, dalam modul ini juga
dikenalkan ada 7 macam jenis modal atau aset yang bisa dikembangkan dalam sekolah antara lain: (1)
Modal Manusia, (2) Modal Sosial, (3) Modal Fisik, (4) Modal Lingkungan/Alam,
(5) Modal Finansial, (6) Modal Politik, (7) Modal Agama dan Budaya. Adapun hal
yang penting lainnya adalah bagaimana kita harus juga bisa menemukenali dan
mengeksplorasi modal tidak hanya dari intern sekolah tetapi juga ekstern di
sekitar lingkungan di daerah sekolah kita berada.
Dalam modul ini juga terdapat
informasi yang penting bagi saya, yaitu tentang karakteristik komunitas yang
sehat dan resilien. Bank of I.D.E.A.S (2014) menyebut bahwa karakteristik
komunitas yang sehat dan resilien adalah sebagai berikut:
- Mempraktikkan dialog berkelanjutan dan partisipasi anggota masyarakat, yaitu perilaku yang menghargai keragaman dan mendorong dialog penduduk yang aktif, partisipasi dan kepemilikan masyarakat atas masa depan. Apabila kita aplikasikan ke sekolah bagaimana dialog berkelanjutan terjadi yang sekaligus mendorong perilaku yang menghargai keragaman antar warga sekolah demi masa depan murid-murid.
- Menumbuhkan komitmen terhadap tempat, yaitu perilaku akan memperkuat koneksi warga baik komunitas, lingkungan, dan ekonomi lokal mereka. Apabila diaplikasikan ke sekolah, bagaimana memperkuat komitmen warga sekolah untuk saling bergotong royong demi kemajuan murid-murid.
- Membangun koneksi dan kolaborasi, yaitu perilaku yang mendorong perencanaan dan tindakan kolaboratif, jaringan dan hubungan yang kuat antara penduduk, organisasi, bisnis, dan komunitas. Jika diaplikasikan ke sekolah, maka sekolah harus mendorong perencanaan dan tindakan dilakukan secara kolaboratif. Hubungan dan jejaring antara warga sekolah, masyarakat sekitar, organisasi yang ada, dan aset lainnya juga harus terjalin. Membangun dan membina hubungan antara warga sekolah, seperti hubungan guru-guru, guru – kepala sekolah, guru – murid – guru, guru – staf sekolah – guru, staf sekolah – murid – staf sekolah, ataupun kepala sekolah – murid – kepala sekolah menjadi sangat penting untuk membangun sekolah yang sehat dan inklusif.
- Mengenal dirinya sendiri dan membangun aset yang ada, yaitu perilaku yang menemukan, memetakan, menghubungkan, dan memanfaatkan sumber daya seluruh komunitas yang ada. Sekolah harus dibangun dengan melihat pada kekuatan, potensi, dan tantangan. Kita harus bisa fokus pada pembangunan sumber daya yang tersedia, kapasitas yang kita miliki, serta kekuatan dan aspirasi yang sudah ada.
- Membentuk masa depannya, yaitu perilaku yang memungkinkan visi komunitas bersama tentang masa depan, sebagaimana tercermin dalam tujuan praktis komunitas, rencana aksi, dan peringkat prioritas, ditambah dengan keinginan untuk tidak membahayakan kesejahteraan generasi mendatang. Sekolah menciptakan visi sebagai perwakilan dari cita-cita yang ingin diwujudkan pada murid-muridnya.
- Bertindak dengan obsesi ide dan peluang, yaitu perilaku yang mendorong pencarian tanpa akhir untuk ide-ide baru dan tepat, kemungkinan pengembangan dan sumber daya internal dan eksternal. Dalam setiap unsur sekolah, pasti ada sesuatu yang berhasil. Dari pada menanyakan “Ada masalah apa?” dan “Bagaimana memperbaikinya?”, lebih baik bertanya “Apa yang telah berhasil dilakukan?” dan “Bagaimana mengupayakannya sehingga lebih baik lagi?”
- Merangkul perubahan dan bertanggung jawab, yaitu perilaku yang memperkuat kemampuan masyarakat untuk mengatasi perubahan dan pulih dari krisis, pola pikir yang berfokus pada optimisme, harapan, dan yakin bahwa 'kita bisa melakukannya'. Titik awal perubahan pada sekolah selalu pada perubahan pola pikir (mindset) dan sikap yang positif.
Change
Setelah mempelajari modul 3.2 ini,
saya akan berupaya mengaplikasikan konsep yang sudah saya pelajari dalam praktik
di sekolah. Pertama saya akan berupaya merubah pola pikir dan paradigma saya
menjadi lebih berfokus pada berpikir berbasis aset dari pada berpikir berbasis
masalah. Kedua, saya akan menyampaikan informasi ini kepada rekan sejawat
lainnya di lingkungan sekolah agar bisa berkolaborasi dalam mengembangkan
sekolah dengan berbasis pada aset.
0 comments:
Post a Comment