Monday, November 21, 2022

1.2.a.4 Eksplorasi Konsep (Tugas A)

    Manusia tergerak karena pengaruh kekuatan dari dalam dirinya. Ada organ otak yang menjadi pusat kontrol penggerak manusia. Secara umum otak bekerja dengan dua cara, yaitu sistem berpikir cepat dan sistem berpikir lambat. Sistem berpikir ini dikendalikan oleh bagian otak yang berbeda-beda. Sistem berpikir cepat dikendalikan oleh Otak Mamalia/Sistem Limbik (amingalda) dan Otak Reptil (Batang Otak). Sedangkan sistem berpikir lambat dikendalikan oleh Otak Primata dan Otak Manusia/Otak Luhur (neocortex).

    Sistem berpikir cepat cenderung tidak memerlukan energi dan sangat berpotensi sering kita gunakan. Sistem ini mengontrol emosi dan otomasi (reflek) manusia. Padahal sistem beripikir ini cenderung menggerakkan kita menjadi subyektif dan reaktif terhadap sesuatu. Hal ini terjadi karena otak reptil cenderung menganggap segala sesuatu itu sebagai sebuah ancaman. Ketika sistem berpikir cepat menguasai gerak manusia maka kita cenderung digerakkan oleh insting yang seringkali mengabaikan kemampuan otak untuk berpikir kritis dan logis.
  Sebagai seorang guru maka kita harus berhati-hati menggunakan sistem berpikir cepat dalam bertindak di dalam kegiatan pembelajaran. Jangan sampai hal tersebut mengambil alih kendali diri kita. Hal ini dikarenakan otak luhur kita tidak akan bekerja maksimal ketika dikuasai oleh emosi dan reflek. Padahal seringkali kita memerlukan kemampuan berpikir logis, kritis, dan terstruktur untuk melakukan tindakan yang terukur dan bermakna dalam proses pendidikan. Kita hanya perlu terus belajar dalam mengendalikan sistem berpikir kita sebab otak memiliki kemampuan untuk belajar. Oleh karenanya, kita bisa memegang kontrol atas diri kita.
    Di samping hal tersebut di atas, ada 5 kebutuhan dasar manusia yang bisa membuat kita "tergerak". Hal tersebut antara lain; kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kekuasaan (power), kesenangan (fun), kebebasan (freedom), bertahan hidup (survival).
    Kebutuhan kasih sayang merupakan kebutuhan psikologis. Pemenuhan kebutuhan ini sangat penting sekali bagi kehidupan manusia. Dalam konteks pendidikan, guru sangat perlu mengetahui kebutuhan murid akan kasih sayang. Guru bisa memenuhi kebutuhan ini dengan menciptakan hubungan yang dipenuhi ketulusan dan kehangatan antara guru dengan murid, murid dengan murid, dan dengan orang tua. Selain itu, ada kebutuhan kekuasaan (power). Dikaitkan dengan dunia pendidikan, kebutuhan ini berkaitan dengan pengakuan atas kemampuan seseorang. Guru perlu memberikan apresiasi dan penguatan terhadap prestasi dan capaian muridnya. Memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengekspresikan kemampuannya dalam berbagai kegiatan seperti proyek ataupun tugas kontekstual yang menantang. 
    Lebih jauh lagi, ada juga kebutuhan kesenangan (fun). Kaitannya dengan dunia pendidikan, kebutuhan ini bisa diperoleh dengan mendesain pembelajaran yang mengandung kegiatan bermain. Belajar terasa akan menyenangkan dan bermakna bila dilakukan dengan gembira lewat model-model pembelajaran yang dipakai dalam kegiatan belajar mengajar. Guru tidak bersifat kaku dan bisa menciptakan suasana yang cair dan menyenangkan. Ada pula kebutuhan kebebasan (freedom). Kebutuhan ini adalah kebutuhan untuk mandiri dan memiliki pilihan sendiri. Dalam kaitannya dengan dunia pendidikan, kebutuhan ini bisa dipenuhi dengan cara memberikan ruang bagi murid untuk  mengaktualisasikan diri mereka. Kebutuhan dasar terakhir adalah bertahan hidup (survival). Kebutuhan ini adalah kebutuhan fisiologi. Dalam konteks pendidikan, kebuthan ini bisa dipenuhi dengan memberi kesempatan murid untuk melakukan kegiatan fisik seperti olahraga. Selain itu, memberikan rasa aman sebagai bentuk perlindungan kepada murid akan membuat kebutuhan dasar mereka terpenuhi dengan baik. 
    Di sisi lain, pemahaman terhadap tahap tumbuh kembang anak menjadi sangat krusial. Dengan pemahaman yang baik maka guru bisa membuat pendekatan dan metode pengajaran yang efektif. Dalam tahapan awal usia belajar Ki Hadjar Dewantara menamakan periode "wiraga". Pada masa usia 0-8 tahun ini guru harus bisa memberi kesempatan anak mengeksplorasi jasmani (raga), panca indera, dan lingkungannya untuk mendapatkan pengalaman belajar yang seluas-luasnya. Guru juga harus mampu memancing anak-anak didiknya agar mempunyai inisiatif dan merespon inisiatif mereka dengan tepat dan hati-hati agar mereka tidak tumbuh menjadi pribadi yang dihantui rasa bersalah.
    Tahap tumbuh kembang berikutnya pada usia 9-16 tahun disebut periode "wiraga-wirama". Dalam periode ini anak mulai berkembang proses berpikirnya. Guru harus mampu menuntun proses berpikir anak agar selaras dengan sesama dan lingkungannya. Melatihkan kemampuan berpikir tingkat tinggi agar mampu berpikir kritis. Guru juga bisa melakukan pembiasaan-pembiasaan baik untuk menuntun lakunya agar mampu menginternalisasi nilai-nilai kebaikan di dalam dirinya. Periode berikutnya usia 17-24 tahun disebut periode "wirama". Pada masa ini, guru harus bisa menuntun dan menantang anak untuk melakukan pengelolaan diri. Menumbuhkan kemampuan metakognitifnya. Hal ini bertujuan agar murid mempunyai kemampuan menata masa depannya agar bisa membangun jati dirinya seirama dengan sesama dan lingkungannya.
    Sebagai Guru Penggerak, nilai-nilai yang perlu dikuatkan adalah berpihak pada murid, inovatif, kolaboratif, reflektif dan mandiri. Berpihak pada murid bisa dilakukan dengan memberikan pelayanan pengajaran yang baik. Guru memberikan pengajaran yang berdiferensiasi dari asesmen diagnostik yang dilakukan agar proses pembelajaran sesuai dengan gaya belajar dan kebutuhan murid. Guru juga harus bisa memerdekakan murid dalam belajar dengan memfasilitasi proses kemandirian mereka dalam mengakses sumber pengetahuan. Untuk mewujudkan pembelajaran yang efektif dan menarik guru juga perlu melakukan inovasi pembelajaran terutama apabila mendapati kemajuan penguasaan kompetensi murid belum terlalu meningkat. Hal tersebut bisa didapatkan bila guru mampu menjadi guru yang reflektif. Dalam artian setiap proses pembelajaran yang sudah dilaksanakan kemudian direfleksikan agar bisa diketahui kemajuan yang dicapai dan hal-hal yang belum tercapai. Tak kalah pentingnya guru harus bersifat kolaboratif. Hal ini dilakukan dengan kemampuan guru untuk bekerjasama dengan rekan sejawat dan orang tua untuk mendapatkan masukan dan sumbangan gagasan dari pihak yang berkepentingan (stake holder).
    Selain hal tersebut, nilai -nilai yang tak kalah penting adalah semangat belajar agar menjadi pembelajar sepanjang hayat (lifelong learner).  Guru Penggerak harus terus menyelaraskan pengetahuannya dengan perkembangan zaman. Banyak hal yang harus dipelajari agar memiliki wawasan yang luas sehingga mampu mendapatkan gambaran secara menyeluruh/utuh terhadap persoalan yang dihadapi. Selain itu, Guru Penggerak harus memiliki kemampuan berpikir kritis, logis, dan terstruktur sebagai hasil kerja otak luhur. Guru Penggerak juga harus memiliki determinasi yang tinggi untuk bisa membuat perubahan di lingkungan sekitarnya. 

0 comments:

Post a Comment